PUISI CINTA

                                          Bantu Aku Menulis Kata Cinta

Bantu aku menulis kata cinta, sunyiku pada pena.
Sebingkai meja berwarna coklat kelu dan berdebu
seakan lautan kata yang beku dalam dingin suhu.
Sepucuk kertas membentuk perahu, di layarnya teruntuk namamu.
Pena itu kembali menggigil, menggoreskan kegelisahan:


Aku cinta padamu. Hanya genangan tinta terbentuk
seperti teluk
melayarkan katakataku
ke samudera peluk.
Bantu aku menulis kata cinta dengan sinar matamu
agar kutemukan nyala dalam unggun kata
atau jadilah rembulan di rantingranting aksara
mengganti tikaman gelap dengan romantika remang.


Biarkan kuikatkan samarsamar cahayamu
menyatukan sejuta kalimat dalam lembarlembar puisi.
Lalu senyummu kujadikan majas
Agar makna semakin jelas
membebaskan cinta dari pernyataan
yang tak pernah tuntas.


Atau, jadilah kamu laut yang dalam dan biru
mengganti kalimatku yang dangkal dan berbatu.
Kuseberangi selat bibirmu, mengembara
hingga palung jiwamu. Laguna yang teduh berangin
Sebuah jalan setapak membelah ombak.
Ombak di matamu.
Zayyine, kukenali tulisan di matamu yang teduh
dan gemuruh.


                                        Cinta Ini Hanya Berakhir Di Hatimu

Pelangi berkilau di langit jauh
teduh mengambang menjalin untai gerimis
gradasi warna adalah selendang para bidadari
yang menarinari digelitik angin bukit
dan kamu, yang turun ke dalam jiwaku.


Sungguh indah rahasiamu
semburat merah di wajahmu. Cinta itu. Di senja itu
pohonpohon waru berebut menjadi bayanganmu
lalu melukisnya di dadaku. Untuk kudekap
agar cinta tak ke manamana dari hatimu.


Jangan lagi kaurisaukan
cinta ini hanya berakhir di hatimu
sungai yang mengalirkan kejernihan jiwa
melewati rimba waktu dan padang penuh bunga
aku, yang selalu hanyut bersamamu.

                                         Terdampar Didadamu

Rembulan di celah randu tua, kaukah yang membawanya. Deras cahayanya menghanyutkan bayangbayang rindu di lembah hatiku. Malam adalah musafir yang mencari tempat paling hangat, aku memanah langit agar bintangbintang jatuh terbakar. Aku unggun bersamamu.


Bukankah langit malam lebih hangat bila kau hamparkan di dadaku?
Kita saling memandang saling berlayar dalam tatapan. Engkau menghapus keringat di wajahku, menggantinya dengan sebuah kecupan, kecupan berbentuk perahu. Berlabuh menuju hatiku. Laut di jantungku gemuruh. Ombak di mataku meleleh, hingga hilang seluruh garis pantai.


Dan malam tinggal sebuah andai: bagaimanakah agar malam tak berakhir, kekasih? Apakah dengan mengikat rembulan agar tak terseret ke pinggir, agar tak menyingkir? Tak usah khawatir, desahmu selembut ombak yang menepi, bukankah aku adalah rindu yang selalu terdampar di dadamu.